Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) menyerukan agar perusahaan importir memanfaatkan pertukaran data elektronik atau PDE Internet, dari sebelumnya menggunakan Electronic Data Interchange (EDI).
GINSI juga menyatakan siap menampung dan mencarikan solusi bagi perusahaan importir anggotanya yang mengalami kendala atau hambatan dalam migrasi sistem PDE tersebut.
Hal itu ditegaskan Capt Subandi, Ketua BPD GINSI DKI Jakarta saat sosialisasi dan coaching clinic Pertukaran Data Elektronik (PDE)-Internet, serta Pemeriksaan Kontainer Kosong di Depo, yang dilaksanakan BPD GINSI DKI Jakarta, pada Rabu (20/2/2019).
Sosialisasi itu dihadiri ratusan perusahaan anggota GINSI DKI Jakarta maupun regulator yang diwakili Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Pelabuhan Tanjung Priok, serta manajemen terminal peti kemas di pelabuhan Tanjung Priok.
Selain itu, dihadiri para pengurus asosiasi penyedia dan pengguna jasa pelabuhan Tanjung Priok antara lain; Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia (APBMI) DKI, Asosiasi Depo Kontainer Indonesia (Asdeki), Asosiasi Pengusaha Tempat Penimbunan Sementara Indonesia (Aptesindo), dan Indonesia Shipping Agencies Association (ISAA).
Implementasi penggunaan modul pemberitahuan impor barang (PIB) melalui pertukaran data elektronik (PDE) internet, oleh Ditjen Bea dan Cukai Kemenkeu mulai diterapkan pada 1 Januari 2019.
Sebelumnya pengiriman modul PIB hanya terbatas pada jaringan yang disediakan oleh PT. EDI Indonesia (EDII).
Capt Subandi mengatakan, pemerintah saat ini telah berupaya memotong mata rantai birokrasi pada kegiatan importasi dengan adanya PDE internet dengan tujuan menghilangkan biaya-biaya yang tidak perlu dibebankan kepada pemilik barang.
Kendati begitu, dia menyadari sistem PDE internet ini masih ada beberapa kekurangan, namun hal ini harus disikapi secara cepat jika terjadi kendala dilapangan sehingga memberikan solusi bagi importir agar tidak ada pihak yang dirugikan.
“Pointnya, bahwa bakti dan apesiasi kita sampaikan bersama pemerintah untuk memberikan yang terbaik bagi kelangsungan kegiatan dan kemudahan importasi,”ujar Subandi.
Dia menegaskan, berkaitan dengan pemeriksaan kontainer di depo empty, GINSI telah secara terus menerus menyarankan agar kutipan uang jaminan kontainer tidak ada lagi.
Bahkan, kata Subandi, dirinya sudah pernah berdialog langsung dengan Menko Perekonomian Darmin Nasution, karena uang jaminan ini sangat rentan menjadi beban logistik nasional.
“Kami sampaikan ke Menko Perekonomian, Importir tidak terlalu berharap cost logistik turun tapi mininal gak naik saja sudah prestasi buat kita.Salah satunya gak ada kutipan uang jaminan kontainer,”ucapnya.
Dia mengingatkan, kasus bangkrutnya pelayaran global Hanjin Shipping seharusnya dapat menjadi pelajaran bagi pemerintah dan pelaku usaha terkait.
“Saat Hanjin Shipping di putuskan pailit, uang jaminanan kontainernya yang sudah dikutip dari importir di Indonesia gak bisa dikembalikan kepada importir hingga saat ini,”ucapnya.
Generasi Ketiga
Sebelumnya, Direktur Jenderal Bea Cukai Kemenkeu Heru Pambudi mengatakan bahwa telah diimplementasikan menifest generasi ketiga dalam kegiatan ekspor impor.
Manifest generasi ini merupakan versi paling mutakhir yang mengedepankan prinsip otomasi dan simplifikasi sejalan dengan program reformasi Bea dan Cukai.
Adapun beberapa prinsip yang diusung dalam sistem ini di antaranya advance manifest system 24 jam sebelum kedatangan untuk sarana pengangkut laut sehingga customs clearance bisa dilalukan lebih cepat.
Selain itu, melalui sistem ini otoritas juga menambah non-vessel operating common carrier dan penyelenggara pos agar pengajuan manifest dapat lebih cepat oleh masing-masing penerbit dokumen.
“Bea cukai juga menerapkan prinsip manajemen risiko perubahan manifest di mana perubahan dapat dilakukan secara online dan tidak semua perubahan wajib persetujuan kepala kantor, pencantuman NPWP, dan penutupan pos manifest,” ujarnya.
Penerapan manifest generasi ketiga telah dilakukan secara bertahap yang dimulai pada tanggal 28 Desember 2017 pada Kantor Pabean di Jakarta.
Menurutnya, hingga Agustus 2018, sistem ini telah diterapkan secara bertahap pada 12 Kantor Pabean utama di seluruh Indonesia yang meliputi 6 pelabuhan dan 7 bandara utama di mana secara statistik mewakili lebih dari 80% volume impor dan ekspor nasional.
Pada 26 September 2018, sistem manifest generasi ketiga diberlakukan di seluruh pelabuhan dan bandara internasional yang diawasi oleh 104 Kantor Pabean di seluruh Indonesia.
Pengimplementasian manifest generasi ketiga telah memberikan dampak positif dan menciptakan berbagai kemudahan di antaranya penurunan dwelling time khususnya pre-clearance.