Gabungan importir nasional seluruh Indonesia (GINSI) minta Menteri Perhubungan turun tangan dan fokus menyelesaikan praktik ‘pemerasan’ yang diduga dilakukan oleh oknum shipping atau keagenan pelayaran maupun Forwarder yang dinilai sangat merugikan shipper pada saat importasi melalui pelabuhan Tanjung Priok.
“GINSI minta Pak Menhub (Budi Karya Sumadi) bisa menyelesaikan masalah biaya tinggi yang dilakukan oknum keagenan pelayaran kepada shipper saat importasi lewat Priok. Saya kira pemerintah ga serius mau menurunkan biaya logistic di Indonesia,” kata Ketua Umum GINSI Capt. Subandi kepada Ocean Week, Rabu malam (18/12), di Jakarta.
Menurut Capt. Subandi, praktik seperti itu masih banyak dilakukan, dan jika itu terus dibiarkan, maka apa yang menjadi keinginan pemerintah menurunkan cost logistik tak akan tercapai. “Praktik seperti itu tak tersentuh sama sekali oleh pemerintah,” ujarnya.
Subandi mencontohkan, bahwa mereka (oknum keagean pelayaran) mengenakan biaya yang tidak ada pekerjaanya hingga Rp.1.150.000 per container 20 feet yaitu untuk biaya Equipmen Handling Charges. “Padahal kami dari Ginsi dan pelaku usaha langsung pernah sampaikan ke kementrian perhubungan, INSA dan tentunya ke Asosiasi Forwarding (ALFI), tapi belum ada penyelesaian,” kata Subandi.
Ketua umum GINSI ini juga mengungkapkan, untuk biaya pengambilan DO saja (Delivery Order) di Shipping Agen NVOCC per Container mencapai RP 3.000.000 sampai dengan RP 3.500.000, belum termasuk uang Jaminan sebesar RP.1.000.000 per Container 20 feet.
“Kami pemilik barang di posisi yang lemah karena jika tidak mau bayar sebesar yang mereka tetapkan kami tidak bisa mendapatkan DO ( Delivery Order ) untuk pengambilan container di Pelabuhan,” ungkap Subandi.
Selain biaya diatas adalagi Biaya Cleaning, padahal barang yang dibongkar juga tidak menimbulkan kotoran, dan besarannya sekitar RP 570.000 per Container, juga biaya Lift OFF container kosong di Depo sebesar RP 650.000 Per Container kosong (Empty), padahal di pelabuhan saja yang peralatanya modern dan kondisi containernya Full (Berisi) hanya RP 187.5000 per Container.
“Karenanya saya mengingatkan pemerintah jangan terlalu terfokus soal biaya logistic di pelabuhan karena menurut saya biaya dipelabuhan relative terkendali, rasional dan di sepakati ketika akan ada penerapan tarif, tapi diluar pelabuhan seperti Agent (agen shipping maupun forwarding), Depo empty dan gudang lini 2 sepertinya sesuka mereka dan tidak ada yang awasi,” katanya panjang lebar.
Subandi berharap pemerintah membentuk Satgas anti pungli dan pemeresan untuk kegiatan di luar pelabuhan agar jangan sampe pemerintah bercita-cita ingin biaya logistic turun malah sebaliknya jadi naik.
“Saya berkeyakinan pemerintah tidak akan mampu menurunkan biaya logistik tanpa membenahi praktik curang seperti yang saya contohkan tersebut,” katanya.
Sekali lagi, GINSI minta Menhub melalui kepala OP Tanjung Priok, dapat menertibkan perusahaan yang melakukan praktik itu. “Saya akan kasih data-datanya jika dibutuhkan,” tutup Subandi.
Sementara itu, salah satu perusahaan keagenan yang dituding Capt. Subandi telah melakukan praktik tersebut, ketika dikonfirmasi Ocean Week, Kamis pagi ini, melalui salah satu pegawainya tak memberi komentar. Hingga berita ini ditulis, juga belum ada jawaban dari perusahaan tersebut. (***)